PRESS RELEASE

IRI Indonesia Sosialisasikan Panduan Ajaran Agama dan Buku Rumah Ibadah lewat Lokakarya Nasional bersama Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (MATAKIN)

Jakarta, 3 Agustus 2025 — Interfaith Rainforest Initiative (IRI) Indonesia bekerja sama dengan Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (MATAKIN) menyelenggarakan Peluncuran dan Lokakarya Panduan Ajaran Agama serta Buku Rumah Ibadah, yang digelar secara hybrid di Yayasan Tepasalira, Jakarta dan melalui Zoom. Kegiatan ini menghadirkan pengurus pusat, wilayah, dan daerah MATAKIN untuk memperkuat peran institusi keagamaan dalam perlindungan hutan tropis serta pengakuan hak masyarakat adat.

Kegiatan dibuka dengan sambutan Peter Lesmana (Advisory Council IRI Indonesia – Perwakilan MATAKIN- Khonghucu), Dr. Hayu Prabowo (National Facilitator IRI Indonesia), dan Prof. Dr. Drs. Ws. Chandra Setiawan, M.M., Ph.D. (Wakil Ketua Umum Bidang Pendidikan & Luar Negeri MATAKIN) yang ketiganya menekankan pentingnya sinergi rumah ibadah dengan gerakan pelestarian lingkungan khususnya hutan tropis yang berbasis nilai-nilai spiritual.

Fasilitator Nasional IRI Indonesia, Dr. Hayu Prabowo, menegaskan bahwa perubahan perilaku untuk menyelamatkan lingkungan membutuhkan suara moral yang kuat. “Sains memberi kita data dan teknologi, tapi untuk menggerakkan masyarakat, kita butuh kekuatan nilai-nilai agama,” ujarnya.

Hayu menyoroti bahwa lebih dari 95% bencana di Indonesia berkaitan langsung dengan krisis iklim yang diperparah oleh deforestasi. Gerakan lintas agama ini diharapkan mampu melahirkan kebijakan berbasis sains dan etika spiritual demi keberlanjutan hidup.

Prof. Dr. Drs. Ws. Chandra Setiawan, M.M., Ph.D menambahkan “Rumah ibadah bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga pusat edukasi, advokasi, dan aksi nyata untuk keberlanjutan hutan dan keadilan ekologis.”

Dalam sesi dialog strategis yang dimoderatori Kevin Loanda, Js Sun Vera memaparkan pentingnya integrasi ajaran agama dalam pesan konservasi melalui buku panduan yang diluncurkan, Js Sun Vera menekankan urgensi integrasi nilai-nilai keagamaan dalam advokasi lingkungan.

“Panduan ini bukan sekadar buku, melainkan alat untuk membangun kesadaran kolektif bahwa menjaga hutan adalah ibadah. Ajaran agama harus menjadi inspirasi gerakan nyata,” kata Sun Vera.

Ws. Mulyadi, S.Pd. Ing., M.Ag. (Wakil Sekretaris Bidang Kerohanian MATAKIN) menambahkan peran penting rumah ibadah sebagai pusat pembelajaran lingkungan.

“Rumah ibadah bukan hanya tempat ritual, tetapi pusat edukasi, advokasi, dan aksi nyata untuk keberlanjutan hutan. Dari mimbar dan jangkauan seluruh organisasi MAKIN-MAKIN, kita bisa menggerakkan umat Khonghucu menjaga bumi sebagai anugerah Tuhan,” ungkapnya.

Erasmus Cahyadi (Wakil Sekretaris Jenderal AMAN) yang membahas pentingnya penguatan RUU Masyarakat Adat melalui pendekatan etika agama.

Deputi Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Erasmus Cahyadi, menyoroti perlindungan hukum bagi masyarakat adat yang masih lemah. Ia mendorong percepatan pengesahan RUU Masyarakat Adat sebagai landasan keadilan dan pengakuan hak asasi.

“Etika dan moralitas agama harus menjadi kekuatan untuk mendorong percepatan pengesahan RUU Masyarakat Adat, demi keadilan dan pengakuan hak-hak mereka,” tegasnya.

Setelah sesi tanya jawab dan istirahat siang, peserta dibagi dalam tiga kelompok kerja tematik: pertama, penyusunan silabus, modul pelatihan dan strategi DIsseminasi, Kedua , mengaktifkan Klenteng, dan kelompok diskusi ketiga berdiskusi tentang mempengaruhi kebijakan,. Kelompok-kelompok ini didampingi oleh fasilitator untuk merumuskan langkah-langkah konkrit implementasi panduan dalam jaringan Majelis Agama dan komunitas keagamaan di seluruh Indonesia.  yang difasilitasi oleh Bryna Meivitawanli, S.E., B.Sc., M.B.A., Ph.D., Ws. Yudi, S.E., M.Ag., dan Ws. Gunadi, S.Pd., M.Ag. untuk merumuskan strategi implementasi panduan, termasuk aktivasi rumah ibadah, penyusunan modul pelatihan, dan advokasi kebijakan.

Diskusi dilanjutkan dalam sesi pleno yang dipandu oleh Aldi Destian Satya Hasilnya meliputi peta jalan integrasi panduan ke dalam progrsm-program prioritas organisasi termasuk didalamnya,  khutbah, pendidikan, serta program komunitas, disertai dengan meminta komitmen peserta untuk mengawal proses penjangkauan dan distribusi materi secara luas dan IRI Indonesia akan terus memberikan dukungan dalam pelacakan dampak dan penyebaran informasi melalui saluran komunikasi yang disepakati bersama.

Lokakarya dan Sosialisasi Panduan ini merupakan salah satu misi gerakan lintas agama IRI Indonesia yang selalu menegaskan bahwa penyelamatan hutan tidak hanya merupakan isu ekologis, tetapi juga krisis moral dan spiritual. Dengan lebih dari 10 juta hektar hutan primer yang hilang dalam dua dekade terakhir, Indonesia menghadapi tantangan besar akibat deforestasi, perubahan iklim, dan lemahnya perlindungan wilayah adat. Dan Harapannya kegiatan ini menjadi momentum penting dalam menggerakkan kekuatan moral komunitas agama untuk menjadi garda terdepan dalam menjaga kelestarian hutan tropis dan memperjuangkan keadilan ekologis bagi seluruh makhluk hidup.

 

Narahubung Media :
Sekretariat IRI
Communication Officer – IRI Indonesia
interfaith.rainforest.id@gmail.com